Berlebihan, Ironis, Hentikan Saja!"

"Yogya, Bernas
Penarikan iuran televisi dalam bentuk apa pun tetap merupakan tindakan yang tidak sah dan harus dipertanyakan legalitasnya. Pelibatan aparat Bakorstanasda dalam penagihan iuran televisi sangat berlebihan dan merupakan tindakan ironis, karena itu lebih baik dihentikan.

  • Pendapat ini dikemukakan Anggota Komnas HAM Muladi SH, Direktur Lem- baga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Apong Herlina SH, Staf Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Perwakilan Yogyakarta, Ny Martopo dan Purnawan, serta penga- mat sosial dari LIPI Dwi Purwoko, Selasa (19/8).

    Mereka memberikan keterangan di tempat terpisah berkaitan dengan penagihan iuran televisi yang melibatkan aparat dari Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek), juga di daerah lain, setidaknya di Sumatera Selatan.

    Di lain pihak, Pangdam Jaya selaku Ketua Bakorstanasda setempat, Mayjen TNI Sutiyoso menegaskan, pihaknya akan menarik aparat Bakorstanasda dari keikutsertaannya menarik iuran televisi, jika ternyata meresahkan masyarakat.

    Sedangkan Menteri Penerangan R Hartono menyatakan keterlibatan aparat Bakorstanasda Jaya dalam penarikan iuran TVRI tetap dibenarkan sepanjang untuk memperlancar penarikan iuran, bukan malah menakut-nakuti rakyat.

    Sebagaimana diberitakan, Yayasan TVRI bekerja sama dengan Bakorstanasda sejak Senin (11/8), mulai mengadakan "pendataan" kembali dan menarik iuran televisi dari warga masyarakat di sekitar Jabotabek. Dan dimungkinkan kebijakan ini akan meluas di seluruh daerah di Indonesia, (Ber- nas, 19/8).

    Sampai kini, maksud, status hukum, dan tujuan penarikan iuran televisi itu masih dipertanyakan. Sebab pengertian dasar dari yang namanya iuran itu bersifat sukarela, tidak boleh ada pemaksaan, ujar Ny Martopo dan Purnawan dari Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Perwakilan Yogyakarta.

    Kalaupun selama ini Yayasan TVRI tetap menarik iuran dari masyarakat, dipertanyakan ke mana larinya uang tersebut, untuk apa, dan bagaimana penggunaannya, tambah mereka.

    Sedangkan Anggota Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Muladi SH menilai, penarikan iuran televisi dengan melibatkan Bakorstanasda justru akan menimbulkan dampak yang kurang baik di mata masyarakat. "Nanti, masyarakat memandang momentum ini seperti halnya ketika terjadi kerusuhan sosial, mengingat mereka sudah berhadapan dengan tentara," katanya di Semarang, kemarin.

    Di samping itu, kata Muladi yang juga Rektor Undip Semarang ini, tindakan tersebut akan menimbulkan pandangan yang kurang baik di mata internasional. "Artinya, seolah-olah Indonesia itu tidak aman sehingga hal-hal yang kecil saja harus ditangani tentara," katanya.

    "Masalah iurannya sendiri masih kontroversial, lho kok sekarang Yayasan TVRI yang notabene lembaga swasta malah melibatkan aparat negara. Relevansinya apa? Dasar hukumnya apa? Kalau cuma karena permintaan pihak Yayasan TVRI, kenapa harus aparat negara yang dilibatkan," tegas Purnawan dari YLKI Yogya.

    "Kalau Bakorstanasda terlibat, dikhawatirkan akan menimbulkan ketakutan yang mendalam dari masyarakat," ujar Muladi lagi. Hal ini diperkuat oleh Purnawan yang mengatakan, status petugas penarik iuran dari Yayasan TVRI tetapi tetap menimbulkan persoalan. "Harus dipertanyakan lagi apa dengan melibatkan aparat Bakortanasda ini justru tidak menimbulkan te- kanan psikologis dan keterpaksaan bagi rakyat," katanya.

    Karena itu, menurut Muladi, kalau memang akan melibatkan aparat, sebaiknya hanya melibatkan Hansip atau polisi. "Jangan tentara yang tugasnya menjaga stabilitas keamanan nasional," tegas Muladi. "Saya kira keterlibatan aparat keamanan dalam hal ini, belum begitu mendesak dan yang penting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri," demikian Muladi.

    Di Jakarta, Ketua Bakorstanasda Jaya Mayjen TNI Sutiyoso menegaskan, bahwa keikutsertaan aparatnya dalam penagihan iuran televisi, hanya berupa bantuan. Karena itu, aparatnya akan ditarik jika ternyata membuat masyarakat resah.

    Artinya, aparat Bakorstanasda akan tetap diikutsertakan dalam mendampingi petugas yang melaksanakan pendataan dan penarikan iuran TVRI. Sedangkan Menteri Penerangan R Hartono mengemukakan, selama masih diperlukan, Bakorstanasda bisa saja dilibatkan. "Tapi tidak seluruh daerah mesti melibatkan Bakorstanasda, hanya pada daerah dengan kondisi tertentu saja," kata Menpen tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan 'kondisi tertentu' itu.

    Dikatakannya, sejak ada keterlibatan aparat Bakorstanas di dalam penarikan iuran televisi di DKI Jaya, belum ada laporan atau informasi yang menyatakan bahwa keterlibatan mereka membuat rakyat jadi takut. Sebelumnya, malah memacu semangat warga untuk bayar iuran.

    Sementara YLKI mencatat, sejak 14 Agustus 1997 hingga hari Senin (18/8) pihaknya telah menerima sekitar 1.000 keluhan dari warga Jabotabek mengenai penarikan iuran televisi itu.

    Sedangkan mengenai dasar hukum dari iuran itu, Menpen mengatakan, telah disesuaikan dengan ketentuan yang kuat yakni Keppres dan SK Menpen. Sedangkan bagi LBH Jakarta, sebagimana dikemukakan direkturnya, Apong Herlina, iuran TVRI sifatnya sukarela. Oleh karena itu ironis jika pihak pengelola televisi meminta bantuan Bakorstanasda untuk memenuhi target pengumpulan iuran tersebut.

    Keterlibatan Bakorstanasda dalam mendampingi petugas Yayasan TVRI agar petugas merasa aman dan nyaman dalam menarik iuran, merupakan suatu pendekatan keamanan. Tindakan ini, menurut pengamat sosial dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dwi Purwoko, akan menimbulkan penilaian kurang baik bagi masyarakat.

    "Aparat keamanan itu 'kan harusnya berdiri pada semua golongan. Lha kalau 'menyertai' petugas penarik iuran TVRI, apa kata masyarakat nanti," ujar Dwi.(ff/ant)

  • Baca Tulisan lainnya di blog Purnawan Kristanto [http://purnawan-kristanto.blogspot.com
    ]

    Komentar

    Postingan Populer