Anak Penjual Keripik Dipagut Ular
Bagi pengunjung yang sering mengunjungi blog saya  mungkin pernah membaca kisah penjual keripik. Namanya pak Tukiran. Umurnya sudah  di atas 50-an tahun, orangnya sangat sederhana. Pekerjaannya menjuak keripik  dari rumah ke rumah menggunakan sepeda onthel.  Hebatnya, dia malah sudah  pernah pergi ke Perancis karena anaknya dipersunting negerinya Zenedine Zidane  itu. Tapi dia juga pernah mengalami tragedi. Anak, mantu dan cucunya yang lain  semuanya tewas dalam peristiwa gempa 27 Mei 2006.
 Setelah lama sekali tidak muncul, hari ini (26/8) pak  Tukiran datang ke rumah kami. Saya pikir dia menjual keripik lagi. "Wah sudah  lama ditunggu-tunggu,pak," kata saya, "apakah Bapak membawa keripik kesukaan  kami?"
 "Maaf, Pak," kata pak Tukiran sambil tertunduk-tunduk.  Begitulah kebiasaannya. Kedua tangannya dilipatkan di depan dada, seperti posisi  menyembah cara orang Jawa, sambil berkali-kali minta maaf. "Saya mau  memberitahukan layu-layu," lanjut pak Tukiran.  Saya sedikit kaget, soalnya  saya tidak begitu mengenal keluarganya. "Siapa yang meninggal?" tanya  saya.
 "Anak saya meninggal empat hari lalu," jawab pak Tukiran  dengan suara yang tercekat.
 "Lho, meninggal karena apa?"
 "Digigit ular, pak"
 Saya kaget sambil merasa sedikit merinding. Sumpah, saya  takut banget sama ular!
 Pak Tukiran lalu bercerita bahwa dia dan anak  laki-lakinya yang masih sekolah STM berburu belut di sawah. Malam  itu dengan bekal penerangan seadanya, mereka mengumpulkan binatang licin  untuk dijadikan kripik belut. Tiba-tiba, sang anak merasakan sakit pada  tumitnya, tapi dia tidak begitu mempedulikan karena dipikirnya hanya tertusuk  duri liar saja. Akibatnya sungguh fatal, hanya dalam beberapa jam tubuhnya sudah  membiru. Dia segera dilarikan ke RSUD Tegalyoso, tapi pihak rumah sakit  menolaknya. Sudah terlambat, kata mereka. Maka anaknya ini dilarikan ke R.S. dr.  Oen di Solo. Meski sudah diberi pertolongan, akhirnya nyawa sang anak tak  terselamatkan.
 Itulah ceritanya. Setelah itu pak Tukiran mengutarakan  maksud kedatangannya ke rumah kami.  Sambil berkali-kali meminta maaf, dia  ingin meminjam sejumlah uang untuk menutup ongkos di rumah sakit. "Kalau boleh,  saya akan mencicil dengan keripik tempe," pinta pak  Tukiran.

Komentar