Hati-hati Penipuan Berkedok Fren
Pukul 17:11, telepon Fren kami berbunyi. Di layar HP  tertera nomor 08886320127 yang memanggil. Nomor ini belum masuk dalam phonebook  kami. Isteri saya yang mengangkatnya. "Halo, nama saya Drs. Wawan Setiawan dari  Fren," kata si penelepon,"dengan siapa saya berbicara?" Isteri saya lalu  menyebutkan namanya. "Ibu tinggal dimana?" tanya si penelepon. Isteri saya  menyebutkan kota tempat kami berdomisili.
 "Saya mengucapkan selamat. Nomor Ibu ini telah  memenangkan undian dalam rangka bulan Ramadhan," kata si penelepon dengan suara  yang bergembira. Sampai di sini, saya mulai curiga. Maka saya mengambil alih  telepon.
 "Halo, Bapak siapa?" tanya orang yang mengaku Wawan  Setiawan. Saya mengatakan bahwa saya suaminya.
 "Nama Bapak siapa?"
 "Saya Joko" jawab saya berbohong.
 "Saya dari Fren, memberitahukan bahwa Bapak Joko  memenangkan hadiah undian dalam rangka bulan Ramadhan. Hadiah ini bebas pajak.  Apakah Bapak punya buku tabungan untuk mentransfer hadiah?"
 "Tunggu dulu," saya menyela,"bagaimana saya bisa  memastikan bahwa Anda benar-benar dari Fren dan ini bukan penipuan. Apa  buktinya?"
 "Kalau Bapak tidak percaya, silakan lihat di  LaTivi nanti malam," jawab Bapak itu.
 "Saya tidak mau menunggu nanti malam,"sergah saya,"  Sekarang saya minta Anda meyakinkan saya bahwa Anda benar-benar dari Fren dan  bahwa ini bukan penipuan!"
 "Ya buktinya sekarang ini kita sedang saling  mencocokkan data. Pembicaraan ini direkam, makanya jangan sampai pembicaraan  kita ini putus," jawab orang di seberang. Kelihatannya dia mulai  jengkel."Sekarang saya ingin tahu, apakah Bapak punya buku tabungan? Di Bank  apa?"
 "Saya tidak punya buku tabungan" jawab saya  berbohong.
 "Bagaimana kalau kartu ATM?" tanya orang  itu.
 "Tabungan saja tidak punya, apalagi kartu ATM," jawab  saya.
 "Bagaimana kalau Bapak mengambil sendiri hadiahnya?  Bapak bisa mengambil di kantor kami di jl. Kebun Sirih" kata orang  itu.
 "Rumah saja jauh dari Jakarta," jawab  saya.
 "Apakah Bapak tidak punya Saudara di Jakarta?" tanya si  penelepon.
 "Tidak punya" jawab saya, lagi-lagi berbohong. Padahal  mertua saya ada di Jakarta.
 Tidak terdengar suara dari seberang. Rupanya dia telah  memutuskan sambungan telepon.
 Sejak semula saya sudah mencurigai bahwa ini adalah  usaha penipuan karena ada beberapa kejanggalan:
 1. Si penelepon menanyakan nama orang yang ditelepon.  Mestinya, kalau ingin memberitahukan kemenangan, dia sudah tahu siapa yang akan  ditelepon.  Ketika saya mengaku dengan nama "Joko", si penelepon percaya  begitu saja. Padahal nomor telepon itu terdaftar atas nama saya [Purnawan].  Kalau dia benar-benar dari Fren, dia mestinya bisa memeriksa  database-nya.
 2. Si penelepon melakukan blunder dengan menyebut nama  LaTivi. Kalau mau membuat acara pengundian pemenang, maka Fren pasti akan  memilih stasiun TV yang masih "bersaudara" dengannya yaitu group MNC (TPI, RCTI,  Global). Pemegang saham Fren adalah pemegang saham MNC juga.
 3. Pengambilan hadiah bisa diwakilkan oleh orang lain.  Memang dengan surat kuasa bisa saja dilakukan, tapi biasanya penyelenggara  undian berharap pemenang menerima langsung. Ini untuk kepentingan  publikasi.
 Saya berkali-kali menerima SMS hoax yang  memberitahukan saya memenangkan undian. Biasanya SMS sampah seperti ini langsung  saya hapus. Namun baru kali ini saya mendapat telepon langsung dari si penipu.  Ini modus baru. Saya menduga, si penipu berani menelepon karena ongkos telepon  antar Fren memang murah.  Biasanya jika sang mangsa terpikat, dia digiring  untuk pergi ke ATM terdekat. Selama itu, hubungan telepon tidak boleh terputus.  Dengan teknik persuasi yang tinggi, si penelepon menggiring sang mangsa untuk  mentransfer uang ke rekeningnya.
 Kita perlu waspada dan kritis terhadap penyalahgunaan  teknologi.
 
Komentar