Meraup Buku Sebanyak-banyaknya

Hari ini saya mendapat kesempatan meraup buku sebanyak-banyaknya. Dengan hanya menggunakan satu tangan, saya dibebaskan memilih buku yang disukai dalam dua kotak besar, kemudian membopongnya ke tempat semula. Seberapa banyak buku yang diraup,boleh dibawa pulang semuanya. Itulah bonus yang saya terima ketika mengunjungi Gramedia Fair, di Jogja Exhibition Centre (29/5).
Sebelum berangkat, saya mengambil royalti di sebuah penerbitan di kota saya. Jumlah buku yang terjual kurang menggembirakan, tapi jumlah uang yang diterimakan lumayan besar juga. Jumlah yang diterimakan sudah dipotong dengan utang saya pada penerbit. Dulu ketika buku akan diterbitkan, saya memang mengutang pembayaran uang muka karena butuh biaya untuk pernikahan. Setiap kali menerima royalti, maka jumlah uang yang saya diterima terlenih dahulu dipotong untuk membayar cicilan "utang" saya. Syukurlah, utang saya tahun ini sudah lunas.
Setelah menyelesaikan beberapa urusan, bersama isteri, saya segera meluncur ke Jogja. Begitu masuk pameran, seorang penjaga stan yang sudah sepuh segera menyapa kami dengan ramah,'Apakah mau hadiah sedan Picanto?' Ah, siapa sih yang tidak mau, batin saya. Tapi saya sadar bahwa ini adalah terik pemasaran.
Bapak itu kemudian menanyakan profesi saya. Saya menjawab, 'Pekerjaan saya mendampingi isteri.' Bapak itu kemudian berpaling pada isteri saya. 'Kalau ibu profesinya apa?'
'Saya rohaniwan,' jawab isteri saya.
Dengan sigap, bapak yang rambutnya sudah putih itu segera mengambil sebuah buku ekslusif tentang Yesus. Bukunya dicetak fullcolor di atas kertas art paper dan cukup tebal. Di dalamnya, terdapat banyak lukisan-lukisan klasik tentang Yesus. Harganya juga sangat ekslusif: Rp. 450.000,-
'Kalau ibu membeli ini, akan mendapat empat kupon undian berhadiah Picanto,'bujuk bapak penjual itu ramah.
Isteri saya tidak berminat.
'Kalau ibu tidak cukup membawa uang cash, bisa dicicil empat kali, kok,' desak bapak itu.
Isteri saya menggeleng sambil menggamit tangan saya untuk berlalu.
'Kalau begitu, sudilah memberi kehormatan mengisi buku tamu kami?' pinta bapak itu.
Isteri saya menurut.
--***---
Perjalanan menyusuri stan dapat diibaratkan seperti anak ayam yang masuk ke dalam lumbung padi. Sungguh sebuah kegiarangan. Semua buku mendapat potongan harga. Kami pun segera berbelanja buku untuk melengkapi koleksi perpustakaan pribadi kami.
Saat masuk ke stan penerbitan rohani, saya melihat buku karangan teman saya, yang diobral sampai 70 persen. Saya kemudian merenung, dengan diskon sebesar itu, apa yang didapatkan penerbit? Setelah dipotong royalti 10 persen untuk pengarang, maka penerbit hanya mendapat 20 persennya. Dalam rumus umum penerbitan, jumlah sebesar itu hanya mencakup ongkos cetak saja.
Setelah menjelajahi separuh stan, ternyata perut sudah keroncongan. Maka kami putuskan untuk mengisinya lebih dulu di kantin yang ada di arena pameran itu. Setelah itu, kami meneruskan perburuan kami. Mendekati stan penerbit Andi, pundak saya dicablek dari belakang. Ternyata Alip, mantan rekan kerja satu perusahaan dulu. Rupanya dia sedang bertugas jaga stan.
Usai berbasa-basi sejenak, kami berlalu dan sampai di stan buku-buku bekas yang diimpor dari luar negeri. Koleksi yang ditawarkan sangat banyak dan sangat terjangkau. Cara memberi harganya pun cukup unik. Setiap buku diberi label stiker dengan warna tertentu. Setiap warna menandakan harga buku tersebut. Misalnya, warna hijau, berarti harganya Rp. 16.000,- Harga paling mahal mencapai Rp. 76.000,-
Wah, ini kesempatan yang langka. Dengan sangat bernafsu, kami menyisir buku-buku yang dipajang. Saya mendapatkan buku 'Hudson Taylor Spiritual Secret'. Buku tentang misionaris ke daratan Cina yang legendaris itu hanya dibandrol Rp.16.000,- Isteri saya menemukan buku 'Joy and Strength' yang diberi kata pengantar Ruth Bell Graham, istei penghkhotbah terkenal. Kami juga menemukan Daily GuidePost, On the Wings of Angels, dan Dumbo:Flying Elephants untuk anak kami.
Dengan menenteng tiga tas plastik berisi buku, kami pun memutuskan untuk pulang. Tapi ketika melintas panggung pameran, ternyata sedang digelar acara meraup buku sebanyak-banyaknya. Setiap pengunjung yang berbelanja senilai tertentu, berhak meraup buku sebanyak-banyaknya.
Saya bertanya, apakah nota-nota boleh digabung sehingga mencapai nilai belanja yang dipersyaratkan? Panitia menjawab boleh. Maka saya tunjukkan seluruh nota kami, yang jika digabung bisa untuk tiga kali meraup buku. Melihat itu, rupanya panitia kemudian berubah pikiran. Mereka berkilah, satu orang hanya boleh tampil sekali.
'Kalau begitu, bagaimana kalau saya dan isteri yang tampil? Ini 'kan dua orang yang berbeda?' tanya saya. Semula panitia mengizinkan, tapi mereka berubah pikiran lagi. Katanya, nota-nota pembelian tidak boleh digabungkan. Lho bagaimana sih? Tadi mereka bilang boleh, tapi sekarang tidak boleh. Tapi karena tidak mau kemaruk, maka kamu pun mengalah. Jadi hanya saya yang boleh mewakili karena kebetulan kami punya satu nota yang jumlah pembeliannya sesuai dengan ketentuan.
Seperti yang diceritakan di awal tulisan, saya meraup buku. Saya berhasil membopong 23 buku, yang semuanya boleh dibawa pulang dengan gratis.
Sebelum pulang, kami menunjukkan nota pembelian untuk meminta kupon undian. Kami berhak mendapat tiga kupon undian. Setelah diisi, kami pun pulang disertai doa semoga mendapatkan keberuntungan. Harapan kami tidak muluk-muluk:'pikantuk Picanto mawon sampun cekap' (mendapat Picanto saja sudah cukup).

Komentar

Postingan Populer