In memoriam pdt. Christian Nuryadi

Pertemuan saya dengan pdt. Christian Nuryadi masih dapat dihitung dengan jari-jari tangan. Pertemuan pertama terjadi saat beliau bertindak sebagai petugas pencatatan sipil pernikahan kami. Karena kebijaksanaan pemerintah yang rasis, maka pendeta di gereja kami tidak mungkin diangkat menjadi petugas pencatatan sipil. Oleh karena itu, jika ada pemberkatan pernikahan maka biasanya kami meminta tolong pak Nur.  Ketika itu, pendeta GKJ Klaten ini masih terbilang sehat. SUaranya pelan, tenang tapi tegas.

Beberapa minggu kemudian, kami bertamu ke rumah pastori pak Nur untuk mengambil surat kawin yang sudah jadi. Kondisinya sudah sangat berbeda. Pria kelahiran 9 Nopember 1948 ini baru saja mengalami serangan stroke yang pertama. Beliau masih bisa berjalan sendiri, tapi bicaranya sudah pelo.  Dia hanya bisa sepatah dua patah kata yang bahkan tidak dapat kami pahami maksudnya. Maka komunikasi hanya dilakukan dengan bahasa tubuh: mengangguk, tersenyum dan menggeleng kepala. Setelah itu, kami hanya sesekali bertemu dalam acara kondangan. Biasanya hanya menyapa beberapa patah kata, bersalaman, lalu berpisah.

Senin siang (25 Agustus), kami melayat ke keluarga adik bu Suyono. Di sana kami bertemu dengan pdt. Sugeng Prasetyo dari GKJ Klaten yang menginformasikan bahwa pak Nur dalam keadaan koma di R.S. Bethesda. Ada banyak cairan di otaknya, tapi tidak dapat segera dioperasi karena kondisi badan pak Nur mengalami demam sangat tinggi. "Kondisinya seperti buah simalakama," kata pak Sugeng.

Usai melayat kami segera mengarahkan sepeda motor ke R.S. Bethesda, Yogyakarta. Kami bergegas menuju paviliun Gardenia 5 melalui ruang UGD. Akan tetapi ketika melewati ruang operasi kami melihat ibu Sri Suprihantin, yaitu istri pak Nur dan Siwi, anaknya ada di ruang tunggu. Rupanya saat itu pak Nur sedang menjalani operasi traketomi, yaitu pembuatan lubang di leher untuk saluran pernapasan. Setelah ikut menunggu kurang dari 20 menit, operasi sudah selesai. Sekitar pukul 13.30, pak Nur dibawa kembali ke kamar perawatan. Mungkin karena pengaruh anestesi, matanya masih terpejam dan tidak menyadari kehadiran kami. Nafasnya masih tersengal-sengal dengan bantuan selang oksigen. Beberapa menit kemudian, ada seorang ibu, majelis dari GKI Gejayan datang untuk membezoek. Setelah mengobrol sejenak, terungkap bahwa ibu ini ternyata calon besan pak Nur.

Istri saya lalu minta izin untuk mendoakan pak Nur. Kami berenam menyatukan roh dan jiwa untuk meminta pertolongan dari Tuhan. Usai berdoa, kami berpamitan pulang.

Lewat pukul 17.00, istri saya mendapat SMS dari ibu Dewi Retno Murni bahwa pak Nur sudah dipanggil oleh Allah yang dilayani sebagai pendeta sejak 11 September 1984. Istri saya belum bisa percaya karena ketika kami tinggalkan, kondisinya masih stabil. Dia menelepon rumah pak Nur di Klaten, tapi tidak ada yang mengangkat. Dia lalu menghubungi pdt. Sutomo dari GKJ Gondangwinangun, Klaten dan mendapat konfirmasi bahwa berita itu benar. Tiga bulan lagi sebenarnya pak Nur akan memasuki masa emeritus. Namun Allah rupanya menghendaki pak Nur memasuki masa istirahatnya di sorga.

--***--

 

Ibadah Pangrukti Layon dilakaksanakan hari Selasa, 26 Agustus, pukul 13.0o, di GKJ Klaten. Ibadah ini dilayani  Pdt. (em) Djimanto Setyadi, dari GKJ Kebonarum. Dalam khotbah penghiburan, Pak Ji mengutip Roma 11:33,36: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!"

Semua orang pasti mati, demikian tutur pak Ji. Dia lalu mengutip ayat Pengkhotbah 8:8: "Tiada seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian. Tak ada istirahat dalam peperangan, dan kefasikan tidak melepaskan orang yang melakukannya."Meski sudah tahu bahwa kematian itu pasti ada dan tidak dapat ditolak, namun ketika saat kematian itu datang tak pelak masih menimbulkan perasaan bingung dan sedih.  Demikian juga dengan kematian pdt. Christian Nuryadi. Kematian ini tentu sangat mengejutkan karena kehadiran pak Nur masih dibutuhkan oleh keluarganya. Anaknya, Endah, sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Tentunya dia ingin didampingi oleh bapaknya ketika memasuki gerbang pernikahan itu.

Kebingungan mungkin juga dialami oleh jemaat GKJ Klaten. Saat ini mereka sedang mempersipkan diri untuk menyiapkan upacara ibadah emeritasi bagi pak Nur. Namun Allah sudah memanggil lebih dulu.

Meski begitu, orang percaya bahwa kehidupan dan kematian ada di tangan kedaulatan Allah. Tidak seorang pun yang dapat menduga kehendak Allah. Semuanya selalu menjadi misteri bagi manusia. Itu sebabnya, manusia hanya bisa pasrah dan kagum pada Allah, sebagaimana diucapkan oleh Paulus: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!"

Pada bagian lain, pak Djimanto mengungkapkan kenangan dalam pergaulannya dengan pak Nur. Menurutnya, pdt. Christian Nuryadi adalah sosok yang senang berteman. Dalam istilah Jawa disebut "sumadulur."  Pak Nur juga dapat mengendalikan emosi dengan baik. Ketika sedang marah, dia jarang sekali kelihatan sangat murka. Hal itu karena hatinya yang kaya dengan pengampunan. Dia tidak termasuk orang yang pendendam. Pak Djimanto lali menceritakan kisah lucu sewaktu dia dan pak Nur menjadi mahasiswa di Universitas Kristen Duta Wacana.

Saat itu mereka tinggal di asrama UKDW. Seperti biasa, setiap sore ada penjual jajanan gorengan yang menjajakan dagangan ke asrama gorengan. Selain itu, kadang-kadang ada penjual barang loak yang "kulakan" dagangan di sana. Para mahasiswa yang telat menerima kiriman uang dari orangtua, biasanya menjual baju atau celana kepada pedagang ini.

Suatu sore, Christian Nuryadi muda mencari-cari celananya yang ada di jemuran. Dia ingin mengambilnya untuk diseterika. Dicari kemana-mana tidak ketemu juga. Tiba-tiba, teman-temannya memanggil,"Nur, kesinilah. Ada gorengan nih. Kita santap ramai-ramai yuk," undang temannya. Dia pun mendekat dan ikut pesta gorengan.

Usai menyantap gorengan, Nur muda bertanya pada teman-temannya, "Apakah ada yang melihat celanaku yang kujemur?"

"Lho kamu kira yang kamu makan itu apa?" tanya teman-temannya cengengesan,"kamu baru saja makan celanamu!"

Rupanya teman-temannya menjual celana panjang pada pedagang loak, lalu dibelikan gorengan. Meski dikerjai begitu, Nur muda tidak mengalami kepahitan.

--***--

Meskipun low profile, tapi pak Nur tidak segan-segan untuk memulai inisiatif. Ini yang diakui oleh rekan-rekan seangkatannya di UKDW. Di dalam reuni yang diadakan Paguyuban Angkatan 1970, pada tanggal 12 April 2002, ada usulan penggalangan dana untuk mendukung kemajuan almamater mereka, UKDW. Secara spontan, pak Nur merogoh kantongnya sebesar Rp. 100 ribu yang disumbangkan untuk membuka rekening tabungan atas nama pdt. Aristarkus Sukarto (GKMI/rektor Ukrida). Enam tahun kemudian, ketika diadakan reuni lagi, tepatnya 15 Juni 2008, dilaporkan bahwa dana di rekening itu sudah mencapai 300 juta rupiah! Dalam reuni itu juga diputuskan bahwa reuni tahun 2009 akan diselenggarakan di Bali. Dan sekali lagi pak Nur yang memulai memberikan sumbangan pertama. Namun Allah punya rencana tak terduga. Dia menghendaki pak Nur mengadakan reuni dengan-Nya di sorga.

--***--

Sekitar pukul 14:30, ibadah penghiburan selesai. Jenazah kemudian diberangkatkan menuju pemakaman Kristen di Sungkur. Upacara penguburan dipimpin oleh pdt. Pramadi Cahyono dari GKJ Delanggu

Komentar

Postingan Populer