Cubitan Kasih

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Istri saya harus segera tidur sebab esoknya harus memimpin ibadah hari Minggu sebanyak tiga kali.  Akan tetapi, dia tidak bisa segera terlelap karena Kirana, anak kami, belum mengantuk. Berkali-kali istri saya membujuk Kirana supaya segera tidur, tapi dia selalu saja memiliki segudang alasan untuk tidak tidur. Mulai dari minta susu, minta ditemani pipis,  minta ganti baju yang kebasahan keringat, sampai dengan minta dibacakan buku dongeng. Istri saya mulai kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel.

Kirana mulai menangis. Saya tahu, ini hanya sebagai alasan untuk tidak pergi tidur. Dia memberontak sambil menendang-nendang mamanya. Maka saat itu juga saya memutuskan untuk mendisiplinkan sang anak. Saya mencubit pahanya. Kontan, tangisannya makin keras dan minta didekap oleh mamanya. Namun hanya kurang dari lima menit kemudian, dia sudah terlelap.
 “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.” (Amsal 13:24)

Sebenarnya saya tidak tega melakukannya. Tapi untuk kebaikannya, Kirana harus tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik. Penulis Amsal menuturkan bahwa orangtua yang tidak pernah menghajar anaknya justru orangtua yang membenci anaknya. Orangtua seperti ini tidak peduli pada perilaku anaknya. Sebaliknya, orangtua yang pengasih adalah orangtua yang akan menghajar anaknya pada waktunya. Perhatikan kata "pada waktunya." Menghajar itu berbeda dengan menyiksa. Menghajar harus dilakukan pada saat yang tepat dan tidak boleh ditunda lagi.

 

Menghajar dengan kasih dapat meluputkan anak dari bahaya yang mematikan.

Komentar

Postingan Populer