Cara Remaja Zaman Now Sebarkan Pesan Damai


Peserta Youth Camp berfoto bersama









Orang muda menjadi ujung tombak perubahan dan persatuan bangsa Indonesia. Maka sebagai generasi muda berkewajiban menjaga Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika





"Ujaran kebencian semakin marak di
internet. Anak-anak muda juga semakin intoleran. Apa yang dapat kita lakukan
pak?" tanya gus Ahmad Marzuki Adnan dengan prihatin. Dia adalah pimpinan cabang
Gerakan Pemuda Ansor di Klaten.





"Bagaimana kalau kita adakan youth camp lintas iman, Gus? Saya bisa pinjam villa punya jemaat gereja saya," usulku. Gayung pun bersambut.  Kami segera lakukan persiapan. Untuk acaranya, kami merancang acara yang bernuansa santai dan penuh keakraban supaya anak-anak muda yang sebelumnya belum saling kenal dapat mudah berbaur. Selain itu juga diisi dengan ceramah tentang literasi internet, yaitu pengetahuan tentang penggunaan internet dan media sosial secara bijak. Biar semakin seru, kami adakan juga lomba posting foto di Instagram dan Facebook dengan tema toleransi .





Ternyata youth camp yang diadakan pada tanggal 16-17 September 2017 ini
mendapat sambutan antusias. Peserta mencapai lebih dari 60 muda-mudi dari
berbagai organisasi keagamaan yang ada di wilayah Kabupaten Klaten seperti: Gerakan
Pemuda Ansor, Ikatan Putra dan Putri NU (PPNU), Ikatan Pelajar NU (IPNU),
Fatayat NU, Pemuda Katolik, pemuda Gereja Kristen Indonesia, pemuda Gereja
Kristen Jawa, BEM Sekolah Tinggi Hindu Dharma, Orang Muda Katolik, Persekutuan
Siswa Kristen Klaten, Menara Doa Kota, dan Pemuda Desa Jonggrangan. 





Pada hari pertama, saya mengisi materi
literasi digital. "Di era digital ini, jangan hanya ponselnya saja yang
cerdas. Penggunanya juga cerdas. Jangan sampai menelan mentah-mentah informasi
 palsu atau populer dengan istilah hoax. Mari kita gunakan era digital ini untuk mengabarkan berita
baik," ajak saya kepada anak-anak muda.
Untuk menghangatkan udara yang dingin di lereng gunung Lawu, para peserta
menyalakan api unggun. Momen itu sekaligus menjadi ajang kreativitas kaum muda.
Mereka dibagi ke dalam lima kelompok. Setiap kelompok terdiri dari berbagai
agama. Tugas mereka adalah menyiapkan pentas seni untuk menunjukkan indahnya
keberagaman dalam bingkai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Hari berikutnya,
diadakan acara wisata ke air terjun Grojokan Sewu untuk menambah suasana akrab
antar peserta. Kemudian diakhiri dengan doa solidaritas untuk etnis Rohingya,
Myanmar.





Selama youth camp berlangsung, peserta tidak dilarang menggunakan handphone. Mereka justru didorong untuk memposting kegiatan-kegiatan youth camp ini di akun media sosial mereka. Supaya lebih bergairah, panitia mengadakan lomba kecil-kecilan yaitu memposting foto-foto kegiatan youth camp.





Dalam sambutannya, sesepuh Forum Kebersamaan
Umat Beragama (FKUB) Klaten, Gus Jazuli Kasmani mengatakan, pentingnya
mempererat persaudaraan antar agama dan orang muda sebagai pelaku utamanya.
"Orang muda menjadi ujung tombak perubahan dan persatuan bangsa Indonesia.
Maka sebagai generasi muda berkewajiban menjaga Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika," pesannya.





Ketua GP Ansor Klaten, Marzuki Adnan,
mengatakan bahwa kegiatan ini sebagai bentuk nyata dalam mewujudkan arti
kebersamaan dan kerukunan antar umat beragama, khususnya untuk generasi
mudanya. "Ini menjadi langkah konkrit dalam menjaga kebhinnekaan di
Kabupaten Klaten." katanya. Ia berharap kegiatan serupa dapat terus
dilanjutkan dan mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat
Kabupaten Klaten. "Ke depannya, saya berharap kegiatan seperti ini akan
terus diadakan, sebagai bentuk kepedulian kita akan perdamaian dan kebersamaan
umat beragama. Ini perlu dukungan dari pemerintah dan masyarakat Klaten
seluruhnya." Imbuhnya





Ketua Panitia, Abdushomad Marfai, mengatakan,
kegiatan ini dapat berlangsung karena kerjasama yang baik antar organisasi dan
dukungan dari pihak terkait. "Seluruh pembiayaan untuk acara ini dari
iuran masing-masing organisasi dan dari beberapa sesepuh FKUB yang peduli."
kata Wakil Ketua IPNU Klaten ini. Sekretaris acara youth camp, Gregorius Angger, yang juga perwakilan dari Pemuda
Katolik Komisariat Cabang Klaten, menambahkan, acara ini sebagai media
komunikasi efektif antar umat beragama di Kabupaten Klaten. "Terlebih
pesertanya adalah orang-orang muda yang juga sebagai generasi penerus. Maka
jalinan dan jaringan komunikasi efektif seperti ini perlu dilanjutkan terus
demi tercapainya kerukunan antar umat beragama di Kabupaten Klaten."
katanya.





Seluruh peserta youth camp sepakat untuk memerangi berita hoax yang dapat memecah
belah persatuan, menjaga kerukunan antar umat beragama, dan melanjutkan jalinan
silaturahmi antar agama. Tanpa menunggu lama, mereka segera membentuk wadah
yang diberi nama unik yaitu "Jamu Lima" yaitu singkatan dari
"Jaringan Muda Lintas Iman." 





"Selain sebagai singkatan,  kata
'jamu' itu merujuk pada obat tradisional Indonesia. Ini artinya bahwa jaringan
ini punya semangat menghormati dan melestarikan lokalitas," kata Gregorius
Angger, salah satu penggagas Jamu Lima. "Sedangkan kata 'lima' merujuk
pada kelima sila dalam pancasila. Itu adalah pedoman utama wadah ini."





Nobar





Supaya semangat yang didapat dari youth camp ini tidak luntur, sesampai di
Klaten Jamu Lima menggelar acara nonton bareng (8/10/2017). Film yang
diputar berjudul "RIP: Rukun  Itu Perlu." Ini adalah sebuah film
pendek produksi FKUB Klaten.  Film ini dibuat dan diperani oleh warga dari
berbagai agama di Klaten. Setelah pemutaran film, dilanjutkan diskusi dan bakar
jagung. Acara ini dihadiri oleh anak-anak muda dari berbagai agama.





Lokakarya
Film Pendek





Acara nonton bareng itu ternyata memancing
minat anak-anak muda untuk membuat sendiri film pendek bertema toleransi dan
perdamaian yang bergaya anak muda. Dengan mengambil tempat di  SMK
Kristen, Pedan, maka sekali lagi saya menjadi fasilitator mereka untuk
lokakarya membuat film pendek (4/11/2017).  Ada 26 pemuda dan remaja dari
Islam, Kristen, Katolik, dan Hindu yang berpartisipasi.





Saya sampaikan kepada mereka bahwa karena
kemajuan teknologi, maka sekarang lebih mudah dan murah memproduksi film.
Bahkan menggunakan kamera handphone pun,
sudah dapat menghasilkan karya yang dapat dinikmati.  Cara pemutaran film
juga semakin mudah. Sekarang sudah tidak butuh proyektor atau pemutar cakram
padat untuk menonton film. Sekali lagi, dengan handphone pun, semua orang dapat menonton film.





"Video-video pendek yang inspiratif
banyak yang dikirim ke grup Whatsapp.
 Ini adalah kesempatan bagi kita untuk mengabarkan pesan-pesan toleransi
dan perdamaian," kata saya kepada anak-anak muda. Mereka pun
sepakat. 





Sebagai permulaan, saya ajak mereka
melakukan mannequin challenge untuk
menyebarkan kata-kata mutiara dari Gus Dur. Mereka dibagi menjadi 3 kelompok. Video
super pendek karya mereka ini lalu disebar oleh peserta ke grup WA
masing-masing peserta. Selain itu juga diunggah di Instagram mereka. Maka wuuuusssh....secara
serentak video tersebut terunggah di dunia maya. 





Usai melakukan mannequin challenge, peserta bergegas menggagas skenario film
pendek. Mereka menghasilkan empat buah skenario film pendek yang akan
diproduksi menggunakan kamera handphone.
 Film karya pendek karya mereka diputar perdana pada peringatan Hari
Toleransi Internasional pada bulan Nopember 2017.





Film
Perdamaian





Shooting film RIP




Nyaris terjadi bentrok antar agama di desa
Samirukun. Dua kelompok massa yang membawa pentungan dan obor dengan wajah
garang bertemu di tengah desa.  Kelompok
Kristen marah karena pendetanya dicoba diracun. Kelompok Islam marah karena
kota infaq mereka dicuri. Akan tetapi bentrokan berhasil dicegah oleh pemuka
agama.





Ini adalah adegan puncak dari film pendek yang
diproduksi oleh Forum Kebersamaan Umat Beragama (FKUB) di Klaten. Film ini juga
karya anak-anak muda di Klaten. Ide pembuatan film muncul dalam sebuah
pertemuan arisan lintas agama pada tahun 2013. Para pemuka agama di Klaten
memiliki tradisi untuk berkumpul sebulan sekali dalam wadah arisan. Dalam
pertemuan yang berlangsung santai ini dimanfaatkan untuk bertukar informasi dan
membahas situasi sosial terkini. Dalam arisan itu, mereka gelisah melihat
maraknya aksi intoleran dan gejala masyarakat yang mudah tersulut emosi.





Lalu muncul gagasan memproduksi film pendek
untuk mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan toleransi. Para pemuka agama
menyepakati ide dasar cerita, kemudian pemuda Gereja Kristen Jawa (GKJ) Klaten menuangkannya
dalam skenario film.





Pada bulan Oktober 2013, kami memulai
pengambilan gambar film dengan lokasi syuting di pondok pesantren At-Muttaqien,
Klaten. Pemain-pemainnya dalam film ini berasal dari berbagai agama dan mereka
belum ada yang pernah berakting di depan kamera. Peralatan yang digunakan juga
seadanya saja. Kami menggunakan kamera DSLR.





Poster film RIP




Film yang berjudul RIP (Rukun Itu Perlu) ini
sengaja dikemas bernuansa komedi. 
Tujuannya untuk menarik minat penonton. Film digandakan dalam bentuk
keping DVD dan dikirim ke berbagai simpul lintas iman. Saat ini, film ini telah
diputar di kota-kota Denpasar, Semarang, Bekasi, Yogyakarta, Palu, Purwokerto,
Lampung, Surabaya, Bandung, Jakarta, Tangerang, Surakarta, Jayawijaya (Papua),
Medan, Salatiga, dan Sukabumi. Ternyata film ini mendapat sambutan yang sangat
positif.  Yang lebih mengharukan, gus
Marzuki dan gus Milkhan membawa film ini saat diundang ke negara Amerika
Serikat. Film ini sempat diputar di Amerika Serikat. Anggota DPR Amerika kagum
karena ada komunitas lintas iman yang bisa bekerja sama untuk membuat film.





Aksi
Sosial





Kampanye damai di Car Free Day




Selain mengampanyekan perdamaian melalui media
digital, anak-anak Jamu Lima juga bekerja sama dalam aksi soal, khususnya
merespon bencana. Saat terjadi banjir besar di Klaten, mereka segera menggalang
sumbangan kemudian mendistribusikan kepada para penyintas. Ketika gempa
menggoncang Lombok dan Palu, Jamu Lima menggelar aksi solidaritas di Car Free Day pada hari Minggu. Mereka
memainkan musik akustik sembari mengajak pengunjung CFD untuk memberikan
sumbangan. Hasil yang didapatkan sudah disalurkan ke Lombok dan Palu.





Peluang





Berfoto bersama polwan di even Car Free Day




Era internet ini dijuluki sebagai era
disrupsi. Kemajuan digital telah menggerus kemapanan sistem konvensional. Ini
bisa dimaknai sebagai ancaman terhadap sistem yang lama, tapi bisa juga dapat
dipandang sebagai peluang yang menggairahkan. Sebagai contoh, dalam media
komunikasi. Pada zaman dulu, media-media konvensional dimonopoli oleh pemilik
modal. Media surat kabar, radio, dan televisi hanya dapat dikuasai oleh
orang-orang yang memiliki uang dan kuasa. Mereka memiliki kemampuan untuk
menggiring opini publik.





Akan tetapi sejak ditemukannya dunia internet,
maka cengkeraman media konvensional mulai goyah. Sekarang, hampir semua orang
dapat memproduksi pesan/konten. Tidak butuh alat yang mahal dan pelatihan yang
khusus. Kita mencatat, beberapa koran mulai gulung tikar. Jumlah penonton
televisi juga mulai digerus oleh Youtube dan media sosial lain.





Merespons bencana banjir




Ini adalah peluang yang menggairahkan. Sekarang kita dapat menjadi produser konten.  Tidak butuh alat-alat yang mahal untuk memproduksi video. Dengan handphone seharga ratusan ribu, kita bisa membuat video singkat yang menarik asal tahu caranya. Untuk bisa tahu caranya, hanya butuh pelatihan singkat. Selanjutnya, dengan mempraktikkannya berulang-ulang, maka kita dapat menjadi mahir. Jangan hanya jadi penonton saja. Jadilah pembawa pesan damai!****





Tulisan pernah dimuat pada majalah Mitra GKI SW Jateng edisi 8/Mei-Agustus 2019










Purnawan Kristanto adalah aktivis lintas iman. Pria Klaten ini
pernah mengikuti Peace Building Training
di Filipina, yang diselenggarakan oleh Mindanao
Peace Building Institute
. Suami pendeta Pelangi dari GKI Klaten ini juga
menjadi aktivis tanggap bencana, penulis, dan pembicara untuk pelayanan anak.
Email purnawank@gmail.com. WA 08122731237


Komentar

Postingan Populer