Saat Hendak Pelayanan Ada Saja Hambataannya



Kalau saya amati, ketika pekerjaan sedang diburu waktu, maka alat-alat kerja yang biasanya bekerja normal, tiba-tiba saja ngadat. Itu yang saya alami saat akan mencetak materi alat peraga untuk pelatihan Guru Sekolah Minggu di Tangerang. Printer yang sebelumnya biasanya oke, mendadak kehabisan tinta. Saya lalu menyuntikkan tinta ke catridge, tapi warnanya tidak muncul juga. Padahal 5 jam lagi harus mengejar pesawat, sedangkan saya belum packing. Akhirnya saya batalkan untuk ngeprint.
Perjalanan dari Klaten ke bandara Adisucipto terhambat dua kali di Jogonalan dan simpang SGM karena ada pekerjaan perbaikan jalan. Hati mulai deg-degan. Saya lalu chat WA dengan mbak Tina yang juga akan terbang bersama. Dia berangkat dari Jogja. Ternyata dia malah alami kemacetan lebih parah. Karena itulah, kami putuskan untuk check in secara daring.
Begitu sampai bandara, saya segera cetak tiket dan masuk ke ruang tunggu. Panggilan untuk boarding sudah terdengar, sementara mbak Tina masih berjibaku dengan kemacetan.



Saat melewati pemeriksaan X-Ray, petugas curiga pada dua barang, yaitu magnet yang biasa ditempel di kulkas. Magnet ini akan saya pakai untuk alat peraga pada pelatihan. Barang yang kedua adalah tongsis. Pada bulan Juli lalu, tongsis ini bisa dibawa ke kabin saat kami sekeluarga liburan ke Bali. Namun kali ini, petugas melarang membawanya ke dalam kabin. Saya tidak punya waktu untuk adu argumentasi karena panggilan boarding semakin berdengung. Petugas menyarankan agar saya memasukkan ke dalam bagasi yang itu artinya saya harus kembali ke check in counter dan antri lagi. Akhirnya saya putuskan untuk saya titipkan saja tongsis ini ke petugas di bandara. Pulangnya akan saya ambil.
Petugas lalu menyiapkan formulir serah terima yang ternyata tidak ada stok di tempat. Saya harus menanti dengan gelisah saat petugas harus mengambil di tempat lain. Tampaknya, dia harus ngeprint formulirnya lebih dulu. Ternyata petugas hanya ngeprints satu lembar sehingga saya tidak mendapat salinannya. Akhirnya saya disuruh memotret formulir itu sebagai bukti pengambilannya.



Urusan X-Ray selesai, saya bergegas menuju gerbang keberangkatan. Ternyata sudah sepi. Penumpang yang biasanya antri berjejalan, ternyata mereka sudah masuk ke dalam pesawat. Dengan berlari kecil, saya bergerak menuju pesawat. Penumpang lain sudah duduk dengan manis. Setelah menemukan kursi, saya tidak bisa duduk dengan tenang karena mbak Tina belum muncul juga. Dari jendela pesawat, saya memandang ke arah pintu terminal sembari berharap melihat mbak Tina yang berjalan menuju pesawat. Saya membayangkan jika mbak Tina ketinggalan pesawat maka kemungkinan terburuknya adalah saya harus menjadi fasilitator sendirian. Padahal ada empat sessi dari pukul 8 sampai dengan pukul 17. Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, dua puluh menit berlalu. Sosok mbak Tina belum kelihatan. Ada beberapa penumpang yang berlari-lari tapi dia bukan mbak Tina.
Saya lalu kirim WA ke mbak Tina, "Seandainya ketinggalan pesawat, segera pesan tiket penerbangan berikutnya."
Tepat lima menit sebelum pintu pesawat ditutup, terlihat mbak Tina dan mamanya berjalan menuju pesawat. Fiuuuh...Puji Tuhan. Akhirnya tidak jadi trainer sendirian. Begitu masuk pesawat, mereka mendapat tatapan mata dari banyak penumpang. Itulah yanh dirasakan oleh mbak Tina.



Penerbangan ke bandara Soekarno-Hatta lancar. Bahkan kami mendarat lebih cepat 15 menit dari jadwal karena lalu-lintas tidak sepadat biasanya. Apakah karena terdampak harga tiket yang mahal sehingga jumlah penerbangan menurun secara signifikan? Entahlah.
Menurut rencana, saya dan mbak Tina akan dijemput oleh Tommy, teman saya. Sedangkan tante Feni, mama mbak Tina, akan dijemput oleh adik iparnya di bandara. Tapi seperti janjian, keduanya terkendala oleh mesin. Mesin mobil Tommy alami gangguan pada starternya, sedangkan adik ipar tante Feni alami gangguan mesin cetak di tempat kerjanya. Dia harus memperbaikinya.
Akhirnya kami putuskan untuk naik ojek mobil daring dari bandara. Tujuan pertama adalah mengantar tante Feni lebih dulu. Setelah itu kami teruskan ke kawasan Alam Sutera, Tangerang Selatan. 
Pukul sembilan malam akhirnya kami sampai di penginapan.
Dalam aktivitas pelayanan memang sering mendapat hambatan. Ada orang yang memaknainya bahwa hal ini adalah gangguan Iblis karena berusaha menghalangi kita melayani Tuhan. Namun kita dapat memakai hambatan itu untuk menguji komitmen kita dalam melayani Tuhan. Jika kita tidak memiliki komitmen yang kuat, maka kita segera menyerah saat berbagai masalah menghadang. Namun jika kita sudah menangkap visi besarnya, maka hambatan itu tidak apa-apanya dibandingkan dengan rencana besar yang sudah ditetapkan Allah pada kita.

Komentar

Postingan Populer